Loading Now

TINA MAHASISIWI YANG BAIK

Mengenang Tina, aku jadi merasakan ada keinginan untuk mempunyai suasana pertemanan atau kekeluargaan dengannya. Menurutku ia adalah seorang mahasiswi yang baik, dan aku berharap kalau ia merasa senang juga mempunyai aku sebagai teman baru untuk saling menyapa dan memperhatikan, seperti yang pernah aku rasakan ketika di jaman kuliah dulu dengan beberapa orang yang jauh lebih senior, yang biasa aku panggil kakak ataupun bibi. Ah, tapi gak tau juga ya, mahasiswa generasi sekarang, mungkin mereka cuma senang berteman dengan seumuran mereka saja.

fd9c111356109387 TINA MAHASISIWI YANG BAIK

Tina tidak menyimpan nomor HP suamiku, karna suamiku bilang kalau ada perlu apa-apa, untuk menghubungi aku saja. Memang suamiku juga tidak mau berkomunikasi dengan Tina tanpa melalui aku, mungkin ia menjaga perasaanku. Tapi beberapa kali ia pernah memang menanyakan tentang Tina dan Andre, aku cuma jawab seperti adanya saja. Pun beberapa kali setelah Andre ke datang ke kantor, aku bicarakan kepada suamiku, karna Andre memang selalu bilang titip salam. Suamiku tidak pernah menaruh curiga terhadap Andre, karna memang pekerjaanku selalu berhadapan dengan banyak client. Dia tidak pernah juga menaruh rasa cemburu dengan Andre, mungkin karena hubungan sex kami menjadi hangat kembali setelah kejadian tempohari. Gairah sexnya terbarukan kembali, suamiku menjadi semangat, hampir seperti dua atau tiga tahun setelah kelahiran anak pertama kami. Ia selalu meminta untuk berhubungan badan denganku, sekali atau dua kali seminggu, terutama di akhir pekan.

Selalu aku mengingat Tina setiap berhubungan badan dengan suamiku, dan kali ini mencoba untuk WA Tina sekedar bertanya apa kabar dan bagaimana kegiatan kuliahnya.

“Kabar baik tante, semoga Tante dan Om juga selalu begitu. Maaf telat balas. Tina baru sampe kos, tadi habis kuliah dan presentasi tugas di depan kelas” Itu jawaban pertama WA ku yang baru dibalas hampir 6 jam kemudian.

Sebenarnya aku ingin mengajak Tina untuk ketemu berdua suatu waktu, ngobrol apa aja seperti pertemanan biasanya. Aku punya cukup banyak teman, tapi untuk yang muda seperti Tina, aku tidak punya. Kalaupun ada, itu hanya dengan keponakan atau yang ada hubungan keluarga denganku. Biasanya mereka selalu terlalu menaruh hormat atau mengambil jarak denganku, tidak mau terlalu dekat.

“Oh ya, gpp. Maaf kalo tante ganggu. Kalo ada waktu senggang, boleh dong kita makan-makan atau minum ke café untuk ngobrol santai aja”

“Ya tante, dengan senang hati. Tina lihat dulu kalo ada waktu luang ya, soalnya 2 minggu lagi sudah mulai UTS”

“Kalau ada waktu kosong aja, jangan dipaksakan loh”

“Baik tante, salam buat om Ario ya”

Sedikit komunikasi membuat aku merasa senang dan bangga, ia sudah membalasku dengan baik. Aku juga berharap suamiku tetap mau berteman dan menyukai Tina, atau mungkin malah dia yang kepengen ya?

Kuliah di kota besar seperti Jakarta memang bukanlah hal yang mudah, terutama untuk mahasiswa dari daerah yang perekonomiannya hanya sekedar cukup. Ada beberapa mahasiswa yang sambil bekerja part-time di kantorku, maupun di lingkungan proyek kantorku. Selalu saja masalah uang yang dikeluhkan mereka. Aku tidak mau mempermasalahkan kenapa orang harus ambil kuliah di Jakarta, tentu mereka punya pertimbangan sendiri.

Tina pernah bercerita bahwa kuliahnya tidak pernah ada permasalahan, ia selalu mengikuti semua jadwal kuliah dan tugas dengan baik, namun secara keuangan memang berat ia rasakan, karna biaya hidup yang tinggi dan semua kegiatan sosial yang ia lakukan butuh biaya yang tidak bisa dianggap kecil. Terkadang ia mengambil kerja part-time di laundri hanya untuk mendapatkan uang jajan ekstra.

Aku memang tidak pernah kuliah di Jakarta, tapi aku paham sekali apa yang ia lontarkan.

Dua minggu berlalu, tidak ada kontak antara aku dan Tina, aku tidak mau mengganggu persiapan ujiannya. Tapi memang aku juga sangat disibukkan dengan pekerjaan, beberapa laporan keuangan harus aku selesaikan segera. Andre malah yang sering menghubungi aku, karena alasan tagihan dan urusan kantora lainnya seperti biasa.

Ada hal baru dan agak aneh menurutku yang kini aku rasakan. Aku ingin sekali melihat suamiku bercinta dengan Tina didepan mataku. Kalau tempohari aku hanya melihat sepintas dari kamar mandi dan mendengarnya sayup dari kamar sebelah, kali ini aku ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri, bagaimana ia menggeranyangi dan bercumbu dengan Tina dengan bebas hingga benar-benar terpuaskan. Aku ingin menyaksikannya dengan langsung dan aku tidak mau ikut bermain dengan Andre. Pastinya aku tak mau ada kehadiran Andre untuk menyaksikan ini. Benar-benar aku tak ingin ikut bercumbu juga dengan Andre kali ini, karna Andre gampang, kapan aja pasti aku akan bisa memerlukannya.

“Pah, papa gak kangen ama Tina, anak yang baik dan belia, kan manis anak itu…?”, candaku kepada suamiku sambil membelai pundaknya dari belakang. Kami dalam perjalanan pulang ke rumah setelah mengunjungi teman kantornya yang sedang sakit.

“Ya, kangen juga sih mah, namanya daun muda, haha… Mama juga tau kalau aku sering melirik ke cewek-cewek muda kan? Haha.. Kenapa mah, pasti mama lagi pengen nih sama si brondong Andre itu ya?” jawab suamiku.

“Gak sih pah, kalau papa pengen, aku sih ikhlas kok, aku pengen papa puas sekali lagi dengan Tina. Aku cuma pengen lihat papa dan Tina aja, gak mau ada Andre! Anak itu sih gampang, kapan aja bisa datang” sahutku agak sungkan dan ragu, tapi terasa mataku sedikit berkaca-kaca. Perasaanku menjadi bercampur-baur. Aku memang takut kalau suamiku menyangka ini aku tawarkan kepadanya karna aku mengharapkan bermain cinta juga dengan Andre sebagai imbalan. Tapi seharusnya ini seperti bonus aja bagi dia, aku rasa tidak perlu menjadi pertanyaan dan menjadi permasalahan seolah aku lagi kepengen brondong. Aku bercinta dengan Andre karena anak itu yang matanya selalu kemana-mana kalau melihat aku, bukan aku yang menguber dia karna aku yang haus akan sex. Jujur, setelah melihat sekilas dari kamar mandi dan mendengar desahan suamiku, lalu bagaimana mesranya suara mereka ketika bermain dari kamar sebelah tempohari membuatku jadi ingin menyaksikannya sendiri. Tapi agak susah bagiku untuk menjelaskan ini dengan kata-kata kepada suamiku.

Aku mengurai sedikit rasa tersinggungku sambil membereskan kerah kemeja suamiku yang agak berantakan. Sedikit tersenyum, aku bilang kepada suamiku kalau aku pengen ketemu dan ngobrol dengan Tina minggu depan, ia free setelah beberapa ujiannya selesai. Suamiku terlihat tersenyum santai saja, ia memang tidak terlihat marah, namun aku berharap dia tidak menganggap aku brengsek karena tawaranku baginya untuk bercumbu kembali dengan Tina. Aku sudah paham suamiku, aku tidak harus menunggu jawaban “ya” darinya.

Keesokan harinya aku mengundang Tina untuk bertemu dan ngopi-cantik berdua di sebuah café di kawasan Gatot Subroto. Aku tahu tempat ini gampang dicapai oleh Tina dari kostnya, dan aku bisa cepat juga ke café itu dalam perjalanan pulangku dari kantor. Tina menyambut dengan baik rencanaku dan berjanji untuk ketemu di hari Jumat sore, sepulang aku dari kantor.

Kami bertemu sedikit lebih telat dari yang sudah dijadwalkan. Tina cukup komunikatif, bertanya soal pekerjaanku, hobbyku, perjalananku, dll. Suasana menjadi sangat akrab, terlebih ketika kami berbicara tentang suamiku yang hampir tidak pernah marah dan tidak terlalu banyak omong, dan suka menyapa orang terlebih dahulu.

Akhirnya dengan tanpa keraguan aku menyampaikan rasa rindu suamiku untuk bertemu kembali dengan Tina. Tina cepat memahaminya lalu tersipu agak malu, dan dengan bahasa yang sopan ia pun menyambut dengan tidak keberatan, asal aku juga ikut bahagia dan tidak mengganggu hubungan aku sengan suamiku. Tidak ada sebersit pun rasa cemburu yang kutunjukkan kepada Tina, aku malah menjelaskan kalau gairah sex suamiku bertumbuh kembali setelah pertemuan kita yang pertama, dan kegairahannya itu sangat penting buatku.

Tina tertawa lucu, mungkin ada hal-hal yang belum bisa diterima Tina dalam hubungan sex di suatu keluarga. Akhirnya aku mengatakan secara gamblang kepada Tina, gak usah terlau memikirkan hal hal yang seperti itu, aku malah mengalihkan pembicaraan agar Tina jangan merasa sungkan kalau mau menyatakan kebutuhan dana untuk membantu biaya kuliah atau pun biaya tambahan lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Kami mengakhiri acara minum kopi ini, dan berjanji untuk bertemu kembali bertiga degan suamiku akhir minggu depan. Tak lupa aku memberikan amplop kepada Tina untuk pembayaran ongkosnya nanti dan hotel yang akan dia pesan. Aku yang menentukan hotel itu, biar Tina aja yang urus pemesanan, check-in dan lainnya. Aku rasa uang yang kuberikan itu lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia.

Aku dan suamiku berangkat menuju sebuah hotel di kawasan Kemang, hotel yang sudah dipesan Tina sesuai arahanku. Tempat ini tidak begitu jauh dari kediaman kami. Mobil kami memasuki parkir di bawah gedung, dan dari parkir kami langsung menuju lift, langsung ke arah kamar yang berada di lantai atas.

Sesampainya di depan pintu kamar hotel, aku menekan bel. Tina yang sudah berada terlebih dahulu di hotel, membuka pintu dan menyambut kami. Ia menggunakan kaos lengan panjang dan jelana jeans yang tidak begitu ketat, terlihat anggun dengan penampilan yang sangat sopan. Ia lalu mempersilahkan kami untuk masuk dan duduk di kursi makan pantry dekat dengan pintu kamar. Dengan make-up yang tipis dan kulit yang tidak terlalu terang, ia terlhat seperti finalis putri mahasiswi.

janda-sange-22-738x1024 TINA MAHASISIWI YANG BAIK

Ruangan kamar hotel ini cukup bagus dan elegan, diawali dengan meja makan 4 kursi dan pantry kecil serta beberapa lukisan kecil di dinding. Satu vase bunga di meja makan membuat suasana terasa romantis. Tempat tidurnya terletak agak jauh ke dalam ruangan, setelah melalui lemari pakaian di sebelah kiri dan kamar mandi yang ada di sebelah kanan. Aku tidak salah memilih hotel ini, kami pernah memakainya dan sangat cocok untuk staycation keluarga.

Tina yang sudah tidak begitu sungkan dengan kami menyambut aku dan suamiku masuk dengan tersenyum dan senang, dan menawarkan minuman yang ada di minibar kepada kami. Aku menjawab cukup dengan air mineral yang ada di botol aja. Suamiku menerima minuman yang dibawa Tina dengan senyuman yang lebar dan ramah, walau aku membaca ada sedikit raut erotis dari pandangan suamiku. Ia kemudian menoleh kepadaku dan aku menyambut tatapannya dengan senyum yang tulus.

Hatikupun berdesir ketika menerima minuman yang diserahkan Tina, berdebar dan bertanya dalam hati, lah.. kenapa malah aku yang tidak sabar untuk melihat suamiku bercinta dengan wanita yang sangat belia dan cantik ini.

Kami mulai berbicara soal hujan yang sering turun akhir-akhir ini, dan jalan yang agak macet, lalu aku segera mengintenskan percakapan kami dengan bertanya lagi soal kuliah Tina dan tempat tinggalnya, dll. Seperti biasa Tina berdiskusi dengan kami dengan cukup lancar, ia memang komunikatif. Namun semuanya terasa seperti percakapan yang harus dipercepat dan dihentikan segera seolah kami hendak menuju kereta yang segera akan berangkat.

Setelah beberapa teguk minuman, aku yang berdiri duluan dari kursi dan mendorong suamiku dari belakang dan mengelus pundaknya sambil tertawa untuk mengisyaratkan kepadanya supaya mereka segera beranjak ke tempat tidur, sembari aku menuju pantry untuk membereskan belanjaan snack dan minuman yang aku beli dari supermarket tadi sebelum kami menuju hotel ini.

”Ayo Tina, gak usah sungkan-sungkan, silakan istirahat dulu, biar tante bereskan bawaan tante ini..” sahutku menutupi percakapan kecil tadi supaya mereka segera menuju ke tempat tidur.

Tina membalasnya dengan senyuman, lalu suamiku bangkit lalu menggiring Tina ke tempat tidur sambil mengelus pundak dan rambutnya. Aku tidak mau memperhatikan wajah mereka, namun sekilas mereka terlihat sudah semakin akrab dan tenang. Mungkin karena kami semua sudah pernah ketemu, suasana begitu cepat untuk menjadi cair dan rileks.

Dengan suara gesekan kantong plastik dan lainnya yang agak keras, aku segera mengeluarkan semua belanjaanku ke meja makan, menggeser kursi-kursi dan lainnya. Aku berusaha untuk sesibuk dan seriuh mungkin di pantry ini agar mereka merasa leluasa dan tidak canggung untuk mulai dengan kegiatan percintaan mereka.

Sejenak kemudian aku mendengar suara mereka bercanda dan tertawa kecil, tidak begitu jelas apa yang mereka bicarakan, tapi itu tidak begitu penting bagiku. Mungkin mereka sudah semakin santai dengan tanpa kehadiran aku, atau mereka semakin mengingat kembali pertemuan pertama mereka. Tidak begitu lama, suara mereka pun semakin meredup dan nyaris hilang, membuat aku sedikit mulai merinding, penasaran dan terundang untuk segera datang mengintip mereka.

Ada sedikit ruangan di koridor kamar mandi sebelum ranjang kamar hotel, dimana aku bisa berdiri dan melihat ke arah tempat tidur mereka yang berada di sebelah kanan, segera aku berjalan perlahan menuju tempat itu. Aku harap kehadiran aku disini tidak menjadi perhatian bagi mereka, semoga mereka tidak tahu. Ke arah sebelah kiriku terdapat sebuah cermin besar, sehingga aku juga bisa melihat posisi mereka di tempat tidur dari sisi lain. Cukup strategis untuk melihat mereka bercinta.

Ketika aku datang dan mulai mengintip, aku melihat mereka sudah bercumbu dan saling meraba di tempat tidur sambil berbisik dan berdiskusi kecil, tidak jelas. Suamiku kemudian perlahan beranjak dari ranjang dan membuka kemejanya, lalu kaos dalamnya hingga celana panjangnya. Ia kini cuma mengenakan celana dalam segitiganya dan menghadap ke arah Tina. Aku melihat suamiku yang terperangah dengan sorot mata yang tajam melihat Tina yang juga sedang melucuti pakainnya satu persatu, mulai dari kaos lengan panjangnya, lalu celana jeansnya. Suamiku kemudian menghampiri ke ranjang dan ikut membantu Tina melepas kaos dalamnya dan menurunkan behanya. Aku melihat jelas kedua buah dada Tina yang masih sangat ranum dan mulus, bulat dengan putingnya yang kecil dan menantang. Tina yang sudah setengah telanjang lalu berbaring di tempat tidur. Ia kelihatan sangat cantik, aku seolah melihat seorang bidadari yang sedang berbaring dengan tangan yang menopang kepalanya dan menunjukkan tubuhnya yang molek dan sempurna.

Seketika aku menjadi terangsang melihat suamiku menghampiri Tina, mencium leher, hidung, kepala dan telinga Tina, kemudian tangannya secara bergantian meraba raba dan meremas kedua payudara Tina. Lalu mereka mulai berciuman bibir, Tina membalas ciuman bibir suamiku dengan lincahnya, yah…mereka bersilat lidah sambil berpelukan, berbaring dan meliuk-liukkan tubuh mereka di atas ranjang. Tina meremas-remas kedua pantat suamiku, punggungnya sambil sekali-sekali menyelipkan jari-jarinya ke selangkangan suami ku, yang disambut dengan suara suamiku yang terengah kegelian nikmat.

Setelah berlangsung kira-kira 12 menit, suamiku meregangkan pelukannya dari Tina, lalu merebahkan Tina hingga berbaring terlentang di tempat tidur sambil mengelus-elus kedua buah dada dan perut Tina yang nyaris rata dengan pusar yang hampir menyembul kecil. Sungguh indah sekali tubuh Tina. Dengan setengah berbaring, pandangan suamiku menuju ke kedua buah dada tina, lalu menghampirinya dan mulai untuk mengisap-isap kedua puting buah dadanya secara bergantian sembari jari-jemarinya bergerilya di perut dan pundak Tina. Jelas kudengan suara decakan lidah suamiku yang menari-nari bergantian di kedua buah dada yang ranum itu. Kemudian tangannya pun mulai bergeser ke arah bawah dan mencoba melepas celana dalam Tina. Ia kemudian menghentikan isapannya dari buah dada Tina dan memandang celana dalam Tina yang sudah setengah melorot. Tina terdiam dan ia membiarkan suamiku melucuti celana dalamnya sambil kedua pandangan mereka terpaku mengarah ke vagina. Sejenak tertegun, suamiku pun segera beranjak dari tempat tidur sambil melepaskan celana dalamnya. Kedua mereka sekarang sudah bugil telanjang bulat.

Kembali suamiku ke ranjang sambil memandang, menghampiri lalu mengelus-elus vagina Tina yang terlihat mungil dan rapi. Sungguh indah vagina Tina, terlihat bulu-bulu yang masih halus dan tipis dengah belahan yang nyaris terlihat seperti garis. Dengan perlahan suamiku lalu mencoba untuk memasukkan jari tengahnya ke liang vagina Tina, namun kedua tangan Tina segera menangkap dan menghalanginya, mungkin Tina tidak begitu menyukainya. Sejenak suamiku menatap Tina, berbisik susuatu.. tidak jelas kudengar, namun Tina dengan wajah yang sedikit mengerang mengangkat kepalanya. Suamiku lalu duduk sebentar, dan ia kini memandang vagina Tina kembali. Ia merendahkan kepalanya, dan…ah…ia mencium vagina itu dari atas ke bawah berulang-ulang lalu menjilat-jilat vagina Tina dengan perlahan. Aku mendengar lagi decakan suara dari lidahnya yang menyapu vagina itu secara teratur, dan Tina semakin mengerang dengan suara kenikmatan, sambil menggerak-gerakkan kedua pahanya ke kiri dan kanan, namun suamiku pun semakin keras menjilat-jilat vaginanya.

Tina tak tahan untuk tetap berbaring, ia segera duduk dan mundur untuk menyandarkan tubuhnya ke sandaran tempat tidur. Suamiku pun tak kalah gesit dan kepalanya menghampiri kembali vagina Tina, dan kembali menjilat-jilat. Ah….jilatan yang semakin rakus…tidak pernah ia melakukan segencar itu dengan vaginaku. Kedua tangan Tina pun ikut menggeliat, dan meraba-raba kedua lengan tangan suamiku, sekali sekali meremas kepala suamiku sambil mengiringi gerakan lidah suamiku yang semakin bersemangat menjilat-jilat dan menghisap vagina Tina, hingga terdengar jelas suara Tina… ”aduh om…aduh…om…Tina udah gak tahan…”

Bulu kudukku semakin merinding, tubuhku hampir tak tertahan dan lututku pun gemetar melihat adegan mereka, dan akupun mulai mengelus-elus bagian luar celana dalamku sendiri…huh…terasa lembab, semakin aku mengelus, semakin lembab dan mulai terasa basah. Kedua buah dadaku pun terasa mulai mengeras, nafasku terengah seiring dengan erangan Tina. Bibirku kukatup erat, dan aku meneguk air liurku yang mengalir dimulutku. Tidak.., aku tak mau ikut bersuara, aku tetap berdiri dan sedikit mengangkangkan kudua pahaku sambil jemariku mengelus-elus vaginaku…. Basah….

Sejenak suamiku terdiam dan duduk, pandangannya tajam menatap tubuh Tina lalu menarik tubuh Tina hingga terbaring rata kembali di tempat tidur. Ia kembali duduk disamping Tina, berbisik sesuatu sambil mengelus-elus kepala dan rambut Tina yang panjang, lalu menciumi bibir Tina. Lidah mereka kembali saling silat untuk sejenak, sembari suamiku menggerakkan kedua kakinya dan mengangkangi Tina… Ya, ia sudah mulai memposisikan tubuhnya untuk berada di atas tubuh Tina lalu menindihnya. Dengan lembut mereka melepaskan ciuman, saling pandang dan kemudian mereka melihat kemaluan suamiku yang sudah berdiri tegang mengeras.

Suamiku kemudian mengarahkan batang kemaluannya ke vagina Tina lalu menggesek-gesekkan ke sekitar vagina, kemudian mencoba mendorongnya perlahan untuk masuk ke liang vagina. Seolah kaget, Tina mencoba untuk menghindarinya, namun suamiku kembali memutar-mutar kemaluannya ke sekitar vagina Tina dan mencoba untuk memasukkannya kembali. Tina separuh menjerit merasakan masuknya kembali batang kemaluan itu, dan dengan perlahan sekali batang kemaluan itu bergeser masuk ke dalam vagina. Kini suamiku mulai menggenjot Tina dengan irama gerakan yang perlahan teratur.

Mataku berbinar dan dadaku mulai terasa berkeringat tipis, namun jemariku tetap selalu mengelus-elus vaginaku sendiri dan aku sudah semakin basah. Tak tahan berdiri, aku kemudian tersungkur diatas lututku dan menyandarkan kepalaku ke dinding, sambil tetap mengelus-elus vaginaku dari balik celana dalamku yang sudah semakin basah. Pandanganku terkunci ke arah suamiku yang semakin keras menggenjot Tina.

Tina mengerang, dan aku juga mulai mendengar nafas suamiku yang semakin terengah-engah nikmat… Suamiku tetap selalu berada diatas tubuh Tina, yang dengan gagahnya mengayunkan pantatnya sambil menatap indahnya tubuh Tina dan merasakan pantat Tina yang memutar dari kiri dan ke kanan. Wajah Tina terlihat mengerut menahan teriak dan kenikmatan yang ia rasakan.

Semakin cepat ayunan pantat suamiku di atas vagina Tina, semakin cepat pula goyangan pinggung
Tina yang menjadi landasan hantaman kemaluan suamiku, dan semakin jelas juga kudengar erangan Tina yang terengah-engah mendesah nikmat, dan mulai berteriak… hingga akhirnya… “…aduh om…aduh om…oh…ah….agh….Tina udah mau keluar om…oh…oh…oh…” Suamiku pun semakin meracau dengan suara yang sedikit meninggi, otot-otot punggungnya mengencang dan wajahnyapun merah menegang sambil berteriak.. ah…ah…ah.…ah…, berkali-kali, hingga….’’crot….crot….crot….” mereka terlihat mencapai puncak kenikmatan luar biasa secara bersamaan. Ayunan suamiku kemudian melambat, tubuhnya membungkuk hingga ia hampir tengkurap menindih Tina. Ia kemudian mencabut batang kemaluan itu dari vagina Tina, setelah sejenak menindih Tina, lalu membalikkan badannya dan berbaring disamping Tina. Aku melihat cairan sperma putih yang masih cukup banyak yang bertebaran di sekitar vagina dan batang kemaluan suamiku.

Terlihat lelah, Tina merentangkan kedua tangannya ke atas bantal dan suamiku pun lunglai disamping Tina dengan kemaluan yang mulai melemas.

Akupun terduduk lemas di lantai, vaginaku membasahi celana dalamku. Nafasku mereda, aku merasa terpuaskan menyaksikan pertarungan mereka yang berlangsung seru.

Share this content:

Post Comment

You cannot copy content of this page